5 Tokoh Intelijen Indonesia


Angker, rahasia, misterius, tertutup, klandestin, dan bahkan kekerasan. Itulah kesan spontan yang sering muncul dari mindset publik, ketika ditanyakan perihal dunia Intelijen. Terkadang mindset awam ini masih diikuti oleh sinimisme terhadap profesi Intelijen, seperti tercermin pada ungkapan "intel Melayu" atau "spion Melayu". Tidak heran, pemikiran seperti itu masih berkembang di kalangan masyarakat, karena karakter dunia Intelijen mengutamakan prinsip kerahasiaan, anonimitas dan cara kerja klandestin. Memasuki era keterbukaan, Intelijen ditantang untuk mengubah karakter "misterius" yang melekat menjadi karakter yang lebih impresif "terbuka" dengan publikIntelijen (bahasa Inggris: intelligence) adalah informasi yang dihargai atas ketepatan waktu dan relevansinya, bukan detail dan keakuratannya, berbeda dengan "data", yang berupa informasi yang akurat, atau "fakta" yang merupakan informasi yang telah diverifikasi. Intelijen kadang disebut "data aktif" atau "intelijen aktif", informasi ini biasanya mengenai rencana, keputusan, dan kegiatan suatu pihak, yang penting untuk ditindak-lanjuti atau dianggap berharga dari sudut pandang organisasi pengumpul intelijen. Pada dinas intelijen dan dinas terkait lainnya, intelijen merupakan data aktif, ditambah dengan proses dan hasil dari pengumpulan dan analisis data tersebut, yang terbentuk oleh jaringan yang kohesif.

Kata intelijen juga sering digunakan untuk menyebut pelaku pengumpul informasi ini, baik sebuah dinas intelijen maupun seorang agen. seperti agen 007 James Bond seorang agen intelegen bergerak secara perorangan. Namun kali saya, TS, bukan ingin memaparkan agen intelijen fiksional seperti James Bond atau Jason Bourne, tetapi orang-orang asli yang berkecimpung dalam dunia intelijen yang asli, saya akan memaparkan mengenai lima (5) orang yang yang telah dikenal dalam dunia intelijen Indonesia bahkan sudah diakui dunia.
1. Ali Moertopo:  
Letnan Jenderal (Purn.) Ali Moertopo, atau dieja sering pula dieja Ali Murtopo (lahir di Blora, Jawa Tengah, 23 September 1924 – meninggal di Jakarta, 15 Mei 1984 pada umur 59 tahun), adalah pemikir, tokoh intelijen, dan politikus yang berperan penting terutama pada masa Orde Baru di Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia (1978 – 1983) serta Deputi Kepala (1969 – 1974) dan Wakil Kepala (1974 – 1978) Badan Koordinasi Intelijen Negara .

Diawal masa pemerintahan orba, Ali bertugas sebagai penjabat hubungan luar negeri, dan misi diplomatik yang dia emban antara lain ketika Indonesia berupaya menakhiri konfrontasi dengan Malaysia, membebaskan Irian Barat, dan menyatukan Timor-Timur. Pada tahun 1961, dialah yang memimpin Komando Operasi Khusus (Opsus) Irian Barat. Pada awal Orde Baru (1966), Kolonel Ali Moertopo aktif berperan dalam upaya menyelesaikan konfrontasi dengan Malaysia, antara lain bersama Kepala Staf Kostrad Brigadir Jenderal Kemal Idris, dan Asisten I Kopur Kostrad Mayor L.B. Moerdani sebagai perwira penghubung. Semuanya di bawah Pangkostrad Mayor Jenderal Soeharto.



Ali berperan besar dalam melakukan modernisasi intelejen Indonesia. Ia terlibat dalam operasi-operasi intelejen dengan nama Operasi Khusus (Opsus) yang terutama ditujukan untuk memberangus lawan-lawan politik pemerintahan Soeharto.

Ketika Soeharto menjabat menjadi Presiden pada 1967, Ali Moertopo sempat diperbantukan pada ketua Presedium Kabinet RI bagian intelejen luar negeri. Untuk membangkitkan perekonomian Papua, Ali cs bekerjasama dengan berbagai perusahaan pengapalan, Jerry Sumendap untuk menyelundupkan karet dan produk-produk lain ke luar negeri.

Bidang garapan Opsus sangat luas meliputi aspek ekonomi, intelijen, sampai melaksanakan penyelundupan bear-besaran. Tahun 1970-an organisasi ini pernah melakukan penyelundupan besar-besaran agar barang di dalam negeri menjadi murah. Waktu itu menjelang lebaran, beberapa kapal masuk dari Singapura menyelundupkan tekstil dan baju jadi.

Pada tahun 1968, Ali menggagas peleburan partai-partai politik, yang saat itu sangat banyak jumlahnya, menjadi beberapa partai saja agar lebih mudah dikendalikan. Hal ini kemudian terwujud pada tahun 1973 sewaktu semua partai melebur menjadi tiga partai: Golkar, PPP (penggabungan partai-partai berbasis Islam), dan PDI (penggabungan partai-partai berbasis nasionalis). 
 
2. L.B Moerdani:

Moerdani lahir pada 2 Oktober 1932 di Cepu, Blora, Jawa Tengah dari pasangan R.G. Moerdani Sosrodirjo, seorang pekerja kereta api dan istrinya yang seorang Indo Eurasia Jeanne Roech, yang memiliki darah setengah Jerman. Moerdani adalah anak ke-3 dari 11 bersaudara. Meskipun seorang Muslim, Moerdani Sosrodirjo mentolerir istrinya dan iman Katolik anak-anaknya.


L.B Moerdani mengawali kariernya di AD saat masih bernama TKR di Solo akhir 1945. Selanjutnya kiprah dia di AD memang sangat menonjol sebagai prajurit yang tangguh, profesional, ditunjang dengan keberaniannya yang menjurus nekat.
Dari penuturan rekan-rekan sejawatnya, diketahui bahwa Benny dalam sebuah pertempuran saat operasi 17 Agustus 1958 di Sumatera pernah bergerak terlalu cepat mengejar musuh yang lari, sehingga jaraknya dengan pasukan induk hingga beberapa kilometer.

Padahal Benny hanya bersenjatakan senapan mesin ringan dengan amunisi yang terbatas. Namun bisa membuat musuh mengira sedang dikejar oleh pasukan berkekuatan penuh. Saat itu RPKAD memang belum sekuat dan terlatih seperti Kopassus saat ini.
Bahkan, ada cerita, saat akan diterjunkan pada operasi penumpasan pemberontakan PRRI tersebut, banyak anggota RPKAD yang belum benar-benar bisa terjun, termasuk juga Benny yang saat itu berpangkat letnan.


Begitu prestasinya didengar oleh petinggi AD, Benny akhirnya sering diterjunkan pada operasi-operasi militer yang penting dan sangat berisiko. Pada saat Trikora, dia dengan pangkat kapten ditunjuk sebagai komandan pasukan RPKAD yang diterjunkan di daerah musuh.
Terjunnya Benny di belantara Papua sangat merepotkan pasukan pendudukan Belanda. Karena dia sering melakukan serangan mendadak dan kemudian segera menghilang. Namanya pun menjadi legenda, dan Belanda makin dipusingkan olehnya.




Lepas dari segala pro-kontra, termasuk perannya yang melahirkan ABRI Hijau dan Merah Putih, Benny adalah sosok tentara sekaligus negarawan yang tangguh. Namun ketangguhannya sebagai manusia ada batasnya. Stroke dan infeksi paru-paru menggerogoti tubuhnya, akhirnya membuat Leonardus Benny Moerdani mengembuskan napasnya yang terakhir di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Indonesia dan TNI kehilangan sosok Benny Moerdani. Sosok yang terlihat pendiam, tertutup, dan misterius sebagaimana seorang intelijen. Namun percaya atas prinsipnya yang teguh, yang tercermin pada raut wajahnya yang laksana Sphinx. Pantas bila dia diberi penghormatan bendera setengah tiang selama 7 hari.

3. Yoga Sugama:

Jenderal TNI Purnawirawan Yoga Sugama, dilahirkan di Blitar 12 Mei 1925 78, selama ini dikenal aktif di dunia militer dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Badan Koordinasi Inteljen Nasional selama 2 periode yaitu tahun 1968 hingga 1969 dan 1974 hingga 1978.

Sewaktu masih di bangku kelas III AMS (setara SMU) ia mendapat kesempatan untuk bersekolah di akademi militer Jepang (Rikugun Shikan Gakko), Tokyo, tahun 1942. Ia masih menjadi siswa di sana saat Sekutu membom Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Saat keadaan serba sulit di Jepang, di sana ia diterima bekerja di markas Sekutu sebagai penerjemah. Secara tak langsung di markas itulah ia mulai mengenal dunia intelijen.




Yoga Sugama (Tengah)


Pada penghujung 1956 sejumlah daerah bergolak. Pemberontakan PRRI-Permesta kemudian meletus. Untuk memadamkan pemberontakan PRRI/Permesta Divisi Diponegoro mengirim dua Resimen Tim Pertempuran (RTP) ke Sumatera Barat. Yoga Sugomo yang sebelumnya selalu di jurusan intelijen meminta agar dirinya diikutkan di satuan tempur.

Tapi mendadak sebuah sabatose membuat karirnya di jalur resmi intelijen terputus. Dalam perjalan dinas ke Jerman koper stafnya, Sekretaris G-1, hilang di pesawat saat mereka berdua stop-over di Singapura. Koper itu berisi dokumen penting. Akibatnya fatal. Yoga dihukum. Ia menjadi wakil Kepala Perwakilan RI di PBB, New York.
Usai menjabat kedudukan itu, Yoga kembali ditarik pulang dan dipercaya lagi memegang sebagai Kabakin. Empat tahun kemudian, posisi Kabakin dirangkap lelaki itu dengan jabatan Kas Kopkamtib.



Mengomentari kedudukannya yang luar biasa itu Yoga pernah mengatakan bahwa di negara mana pun belum pernah ada yang berposisi seperti itu, kecuali Himler. Himler adalah direktur SS (Reichsfuhrer), polisi rahasia Nazi. Bedanya, menurut Yoga, Himler bisa berbuat apa saja dan hanya bertanggung jawab kepada Hitler, sedangkan dirinya bertanggungjawab kepada parlemen dan pemerintah (Richard Tanter, Intelligence Agencies and Third World Militerization: A Case Study of Indonesia, 1966-1989—thesis Ph.D di Monash University, 1991).

Kunci kekuatan posisi Yoga Sugomo adalah kedekatan hubungan pribadinya dengan Soeharto. Kedekatan keduanya sudah sejak lama, yaitu ketika mereka masih sama-sama di Teritorium IV-Diponegoro. Hal ini diceritakan dalam kitab Memori Jenderal Yoga (B. Wihoho dan Banjar Chaeruddin—1990).
(BMI/Afd)
 4. Zulkifli Lubis

Kolonel Zulkifli Lubis (lahir di Banda Aceh, 26 Desember 1923 – meninggal di Jakarta, 23 Juni 1993 pada umur 69 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia dan pernah menjadi Pejabat KASAD periode 8 Mei 1955 - 26 Juni 1955. Selain itu ia juga dikenal sebagai pendiri dan juga menjabat sebagai Ketua Badan Intelijen pertama di Indonesia.
Zulkifli adalah anak kelima dari sepuluh bersaudara. Ayahnya bernama Aden Lubis gelar Sutan Srialam dan ibunya bernama Siti Rewan Nasution. Kedua orangtuanya adalah guru di sekolah guru Normaalschool.

Pertengahan tahun 1944, Zulikfli Lubis diajak oleh Rokugawa (bekas komandan Seinen Dojo) ke Malaysia dan Singapura. Disana ia berkenalan dengan Mayor Ogi, yang wajahnya mirip dengan orang Barat dan pandai berbahasa Perancis. Perwira intelejen Jepang yang tinggal satu kamar dengan Zulkifli Lubis itu sering bercerita mengenai pengalamannya melakukan kegiatan intelijen di Vietnam. Zulkifli Lubis beruntung karena ia adalah satu-satunya orang Indonesia yang berada di kota Singa itu memperoleh kesempatan untuk mempelajari dunia intelijen dalam praktik dengan bimbingan dari Rokugawa.




Zulkifli dan Rokugawa senantiasa melapor kepada komandan Jepang untuk wilayah Asia Tenggara di Singapura. Di Singapura inilah Fujiwara Kikan, sebuah badan rahasia Jepang untuk Asia Tenggara yang tersohor beroperasi. Ketika kemudian Zulkifli Lubis berada di Kuala Lumpur. Ia memperoleh kesempatan mengenai dunia intelijen lebih mendalam. Rokugawa mengajari Zulkifli mengenai bagaimana caranya mengetahui jumlah penduduk dalam satu kota atau mengetahui apakah rakyat itu anti atau pro Jepang.

Setelah belajar intelijen di luar negeri, Zulkifli kembali ke tanah air. Ia melibatkan diri dalam rencana Jepang untuk membentuk kelompok-kelompok intelijen di berbagai tempat di Jawa sebagai pasukan gerilya untuk menghadapi pasukan Sekutu jika kelak mendarat. Setelah Jepang menyerah, Sekutu pun mendarat dan tidak mendapat perlawanan yang berarti sebagaimana mestinya dari kelompok intelijen yang diorganisir oleh Zulkifli Lubis.

Masih banyak yang belum bisa diketahui dari sosok Zulkifli Lubis, oleh karena itu beliau dikenal dengan sebutan Kolonel Misterius



5. A.M Hendropriyono


Agaknya TS sempat ragu ingin mengangkat kisah mengenai orang yang satu ini, karena menuai pro dan kontra. Tapi apalah sebuah arti pro dan kontra kalau itu membuat mulut bungkam dalam menyampaikan opini, toh keempat orang yang diatas juga menuai pro dan kontra kalau dibicarakan.

Haji Abdullah Makhmud Hendropriyono (lahir di Yogyakarta, 7 Mei 1945; umur 70 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia yang menjadi Kepala Badan Intelijen Negara pertama. Ia juga pernah menjadi Menteri Transmigrasi dan Perambahan Hutan dalam Kabinet Pembangunan VII serta Menteri Transmigrasi dan PPH dalam Kabinet Reformasi.

Sepanjang hidupnya, AM Hendropriyono mengalami tiga karier, sebagai militer, politikus, dan intelijen. Ia juga mengajar di beberapa tempat. Ia juga mengetuai Komisi Tinju Indonesia pada rentang waktu 1994 hingga 1998.

Karier militer AM Hendropriyono diawali sebagai Komandan Peleton dengan pangkat Letnan Dua Infantri di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Ia kemudian menjadi Komandan Detasemen Tempur Para-Komando, Asisten Intelijen Komando Daerah Militer Jakarta Raya/Kodam Jaya (1986), Komandan Resor Militer 043/Garuda Hitam Lampung (1988-1991), Direktur Pengamanan VIP dan Obyek Vital, Direktur Operasi Dalam Negeri Badan Intelijen Strategis (Bais) ABRI (199I-1993). Panglima Daerah Militer Jakarta Raya dan Komandan Kodiklat TNI AD.

Semasa menjabat sebagai Danrem 043/Garuda Hitam, Hendropriyono yang saat itu berpangkat Kolonel, dinilai berhasil mengeliminasi potensi radikalisme yang tumbuh di kawasan Talangsari, Lampung, yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Talangsari 1989. Sebuah komunitas radikal pimpinan Warsidi, berhasil ditumpas. (Walau banyak menuai kontroversi seputar peristiwa Talangsari)

Penyelesaian tugasnya sebagai Danrem 043/Garuda Hitam Lampung tersebut dicatat dengan kebanggaan oleh penduduk setempat, bahkan dijadikan model oleh ABRI sebagai suatu bentuk penyelesaian masalah keamanan yang terbaik. Penyelesaian GPK Warsidi tercatat berlangsung dengan cepat dan tidak berdampak sama sekali, termasuk tidak adanya protes dunia internasional. (KOMPAS - Jumat, 02 Apr 1993 Halaman: 20)
Berbagai operasi militer yang diikutinya adalah Gerakan Operasi Militer (GOM) VI, dua kali terlibat dalam Operasi Sapu Bersih III dan dua kali dalam Operasi Seroja di Timor Timur (sekarang bernama Timor Leste).

Pada periode tahun 2001-2004 sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di Kabinet Gotong Royong. AM Hendropriyono merupakan penggagas lahirnya Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) di Sentul Bogor, Dewan Analis Strategis (DAS) Badan Intelijen Negara, Sumpah Intelijen, Mars Intelijen, menetapkan hari lahir badan intelijen, mencipta Logo dan Pataka BIN, mempopulerkan bahwa intelijen sebagai ILMU dan menggali FILSAFAT INTELIJEN, menggagas berdirinya tugu Soekarno-Hatta di BIN.

Dewasa ini AM Hendropriyono menjadi pengamat terorisme dan intelijen, yang kerap diminta untuk menjadi narasumber oleh media massa dan berbagai Lembaga, giat menulis bermacam pemikirannya dalam artikel-artikel di berbagai koran, majalah, radio dan televisi. 
 
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar