5 Hal Yang Bikin Rock In Solo 2015 Pantas Disebut Festival Metal Bertaraf Internasional





Menginjak umur yang ke-11, momentum akbar metalheads terbesar di kota Solo ini semakin dewasa. Terbukti, Metal Against Racism yang dijadikan tema acara lancar berat! Acaranya aman abis, bro. Tidak salah juga kalau Rock In Solo 2015 pantas disebut festival metal bertaraf internasional.
Berikut ini beberapa hal yang bikin Rock In Solo 2015 pantas disebut festival metal bertaraf internasional.

1.  Metalheads Nusantara pada kumpul!

Jika Jakarta punya Hammersonic buat menyatukan maniak musik cadas nusantara, Solo pun demikian lewat Rock in Solo. Nggak hanya metalheads Solo saja yang berduyun-duyun mendatangi RIS, ribuan massa dari luar kota pun hadir!
Misalnya saja cowok gondrong bernama Wowok yang rela naik kereta berjam-jam dari Surabaya demi menyaksikan Seringai di Rock in Solo. “Kurang lebih sekitar 7 jam di kereta, capek sih, tapi bakalan terbayar pas moshing bareng Seringai dan musisi cadas lainnya di Rock in Solo,” bebernya.
Begundal asal Batang bernama Rudi pun nggak mau kalah dengan mengendarai sepeda motor demi berpesta di RIS. “Di jalan aman kok, nggak macet dan kalau capek berhenti aja di warung,” timpal cowok yang mengenakan ikat kepala bertuliskan Rock in Solo ini dengan bangga.

2.  Band internasional memukau abis

Band black metal asal Taiwan, Anthelion, menjadikan Rock in Solo sebagai event perdana yang mereka singgahi di Indonesia. Walaupun sempat gugup sebelum beraksi dan HAI prediksi bakalan dikacangin penonton karena terbilang asing, ternyata justru sebaliknya. Kawanan Code cs berhasil menghanguskan venue dengan aksi liarnya di atas panggung.
“Come on Indonesia, come on Rock in Solo,”  teriak lantang beberapa kali Code, sang vokalis. Uniknya dandanan member band ini cukup mencuri perhatian penonton, akhirnya kelar manggung mereka laris diajakin narsis berfoto ria di wall of frame Rock in Solo!
Unearth dan Nile juga dinanti-nantikan banget oleh para penonton. Walaupun Nile sempat molor beberapa saat karena soundcheck sang gitaris Karl Sanders, band yang baru saja merilis album terbaru  “What Should Not Be Unearthed” Agustus lalu sukses menutup Rock in Solo tahun ini!

3.  Band lokal tidak kalah seru

Bagi vokalis band cadas asal kota kembang Burgerkill, Rock in Solo kali ini menjadi nostalgia nya setelah sebelumnya tahun 2009 silam dirinya pernah main pula di Rock in Solo.
“Kami ingat tahun 2009 lalu Burgerkill main di Rock in Solo, dulu. Kami masih band pemula alias belum seperti saat ini. Kami sendiri menganggap Solo adalah rumah kedua,” curcol Vicky di atas panggung.
Nggak cuma dari segi penampilan yang sukses bikin metalheads jejingkrakan, band lokal juga nggak sungkan ngasih tandatangan atau foto bareng dengan para penonton.
Seperti Seringai yang bikin “jumpa fans” di dekat barikade penonton bareng kawanan Serigala Militia. Sontak, momen tersebut dimanfaatkan dengan apik oleh fans berat Arian cs untuk sekedar meminta tanda tangan di berbagai  aksesoris  yang dimilikinya.
“Senang sekali bisa minta tanda tangan Arian untuk kaos Serigala Militia, nggak rugi jauh-jauh datang dari Jogja,”  kesan Rio, Serigala Militia

4.  Keamanan Super Ketat

Pentas musik cadas memang rawan akan bahaya yang macam-macam dan nggak diinginkan. Untungnya awak panitia menstandarkan keamanan ketat seperti helatan musik internasional lainnya.
Seperti urusan checking ticket, pengunjung harus melalui dua kali pengecekan yaitu dengan security pihak berwajib dan scanning barcode oleh panitia. Jadi nggak mungkin ada tiket palsu bisa lolos.
“Jelas kita antisipasi benda-benda berbahaya di dalam, kalau sekedar peralatan dokumentasi diperbolehkan,” ujar salah satu penjaga gerbang masuk RIS, Pak Sumardi.
Bowo yang mengaku berasal dari Klaten pun mengaku kalau baru kali ini dirinya masuk ke konser yang tiketnya discan segala. “Iya nih emang ketat pakai discan segala tiketnya, mungkin biar aman kali ya,” imbuhnya.

5.  Nggak kalah sama Hammersonic

Hal menarik lain yang nampak dari helatan terbesar se-Jawa Tengah ini adalah suguhan lighting stage di malam hari.
Walaupun hanya dua penampil untuk jam malam, dua band asal negeri paman sam Unearth dan Nile  tersaji dengan apik dengan adanya tata lighting garapan Lotus Lighting. Bener-bener nggak sembarangan!
“Lighting malam nya emang gemerlap. Nggak kalah kayak Hammersonic lah, keren!,” puji Iwan, metalhead asal Jakarta.

Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

5 komentar:

  1. maju terus musik indonesia,,jangan kalah sama luar,,nice artikel,sahabat

    BalasHapus
  2. Go Up Musik rock indonesia :D

    BalasHapus
  3. emaang udh topp nih musik rock indonesia memang pantas disebut international rock :)

    BalasHapus
  4. festivalnya baru saya main disolo, tapi ane gak lihat krn lagi bokek

    BalasHapus